Sementara kalangan menganggap bahwa kreatifitas adalah bakat (talent) yang tidak setiap orang memilikinya. Anggapan ini mungkin lebih tepat disebut apologi daripada menggambarkan kenyataan sesungguhnya. Anggapan ini kerap muncul berbarengan dengan ketidakmampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu persoalan. Padahal bisa jadi ketidakmampuan tersebut diakibatkan oleh ketidakmampuan melihat alternatif.
Pada dasarnya setiap kita adalah kreatif. Namun barangkali tidak setiap kita tahu bagaimana menggunakannya karena dalam banyak hal kita sering terbentur (atau sengaja membenturkan diri) dengan jutaan aturan, cara, sudut pandang orang lain yang kita ambil secara taken for granted.
Pandangan, saran, atau bahkan stigma negatif sekalipun memang bukannya tidak bermanfaat sama sekali terutama untuk hal-hal yang memang benar-benar baru untuk kita. Namun itu hanya berlaku pada tahan awal.
Selanjutnya, menggantungkan segala sesuatu semata-mata pada pendapat orang lain (entah itu profesor sekalipun) dapat menyesatkan! Sikap kritis menjadi buyar dan proses kreatif pun terhenti. Ketika proses kreatif berhenti, maka kehidupan pun akan sulit berevolusi (hahaha...).
Sikap mengabaikan (pendapat) orang lain dianggap perlu jika kita ingin menjadi kreatif. Demikian ungkap Hugh MacLeod, dalam ebooknya yang berjudul How To Be Creative. Pengetahuan orang lain tidaklah seluas dan sedalam pengetahuan Anda terhadap dunia Anda sendiri. Di samping itu, mereka bisa saja menyayangi Anda, tapi biasanya mereka menginginkan Anda seperti adanya sekarang bukan sebagaimana Anda akan berubah seiring dengan ide besar Anda, karena gagasan besar sering menimbulkan perubahan pada diri si penggagas. Demikian MacLeod melanjutkan.
Setuju atau tidak dengan pendapat MacLeod di atas, dalam kenyataanya sering kita temui orang-orang kreatif yang pada awalnya kita cemooh karena gagasan gilanya, tetapi kemudian malah dipuja setelah gagasanya terbukti berguna dan workable.
Orang-orang kreatif ada di mana-mana; dalam dunia bisnis, agama, pemerintahan, seni, iptek, pendidikan, atau bahkan blogging. Ciri utama dari orang kreatif adalah sering merasa tidak puas dengan apa yang secara populer diterima, dan pada saat yang sama menacari alternatif lain dan konsisten dengan keputusannya, tak peduli apa yang orang lain katakan. Mun ceuk urang Sunda mah neugtreug!.
Nah, jika Anda setuju bahwa Anda memang kreatif, sama kreatifnya dengan Da Vinci, cobalah baca tulisan ini dengan posisi monitor terbalik atau dari jarak 10 meter!
Coba juga asosiasikan tulisan ini dengan kematian Michael Jackson dan kekalahan timnas Indonesia dari timnas Malaysia pada final Piala AFC! Jika Anda justru merasa menjadi tidak kreatif setelah membaca tulisan ini, maka anggaplah tulisan ini tidak pernah ada, dan jangan pernah membelenggukan diri dengan apa yang Anda temukan di sini! hehehe...
Salam kreatif! Merdeka!!
Pada dasarnya setiap kita adalah kreatif. Namun barangkali tidak setiap kita tahu bagaimana menggunakannya karena dalam banyak hal kita sering terbentur (atau sengaja membenturkan diri) dengan jutaan aturan, cara, sudut pandang orang lain yang kita ambil secara taken for granted.
Pandangan, saran, atau bahkan stigma negatif sekalipun memang bukannya tidak bermanfaat sama sekali terutama untuk hal-hal yang memang benar-benar baru untuk kita. Namun itu hanya berlaku pada tahan awal.
Selanjutnya, menggantungkan segala sesuatu semata-mata pada pendapat orang lain (entah itu profesor sekalipun) dapat menyesatkan! Sikap kritis menjadi buyar dan proses kreatif pun terhenti. Ketika proses kreatif berhenti, maka kehidupan pun akan sulit berevolusi (hahaha...).
Sikap mengabaikan (pendapat) orang lain dianggap perlu jika kita ingin menjadi kreatif. Demikian ungkap Hugh MacLeod, dalam ebooknya yang berjudul How To Be Creative. Pengetahuan orang lain tidaklah seluas dan sedalam pengetahuan Anda terhadap dunia Anda sendiri. Di samping itu, mereka bisa saja menyayangi Anda, tapi biasanya mereka menginginkan Anda seperti adanya sekarang bukan sebagaimana Anda akan berubah seiring dengan ide besar Anda, karena gagasan besar sering menimbulkan perubahan pada diri si penggagas. Demikian MacLeod melanjutkan.
Setuju atau tidak dengan pendapat MacLeod di atas, dalam kenyataanya sering kita temui orang-orang kreatif yang pada awalnya kita cemooh karena gagasan gilanya, tetapi kemudian malah dipuja setelah gagasanya terbukti berguna dan workable.
Orang-orang kreatif ada di mana-mana; dalam dunia bisnis, agama, pemerintahan, seni, iptek, pendidikan, atau bahkan blogging. Ciri utama dari orang kreatif adalah sering merasa tidak puas dengan apa yang secara populer diterima, dan pada saat yang sama menacari alternatif lain dan konsisten dengan keputusannya, tak peduli apa yang orang lain katakan. Mun ceuk urang Sunda mah neugtreug!.
Nah, jika Anda setuju bahwa Anda memang kreatif, sama kreatifnya dengan Da Vinci, cobalah baca tulisan ini dengan posisi monitor terbalik atau dari jarak 10 meter!
Coba juga asosiasikan tulisan ini dengan kematian Michael Jackson dan kekalahan timnas Indonesia dari timnas Malaysia pada final Piala AFC! Jika Anda justru merasa menjadi tidak kreatif setelah membaca tulisan ini, maka anggaplah tulisan ini tidak pernah ada, dan jangan pernah membelenggukan diri dengan apa yang Anda temukan di sini! hehehe...
Salam kreatif! Merdeka!!