Saya bukan blogger full time maupun part time. Saya hanya blogger sometime yang ngeblog semata-mata berdasarkan mood. Pada saat semanagat menulis begitu menggebu, saya bisa duduk berjam-jam di depan komputer merangkai ide-ide, perasaan, dan pengalaman pribadi untuk dikemas ke dalam bentuk posting. Sebaliknya, ketika blogging mood berada di titik nadir, bersepeda atau main game jauh lebih menyenangkan.
Saya sering kagum (bercampur iri) melihat blogger-blogger lain yang produktif menulis; tanggap menangkap ide; mahir membuat judul-judul menarik; cermat merangkai kata; piawai menyampaikan pesan utama tulisan. Tulisan-tulisannya enak dibaca dan penuh warna. Saya yakin, mereka sebenarnya bukan tidak pernah mengalami paceklik ide sama sekali, namun mereka menulis tidak tergantung mood dan senantiasa mencurahkan upaya untuk kembali inspired. Inilah yang mungkin membedakan antara blogger pro dan amatiran. Kelompok pertama selalu aktif mencari ide-ide baru, sedangkan yang disebut terakhir lebih bersifat pasif; menunggu ide turun dari langit.
Dari dikotomi di atas, tanpa bermaksud pura-pura tawadhu, saya lebih pantas dimasukkan ke dalam kelompok kedua, alias amatir! Saya memang masih amatir dan tidak pernah tersinggung disebut amatir. Tapi tahukah Anda bahwa setiap orang, tak terkecuali Anda, dia, atau mereka, pernah menjadi amatir. "Every artist was first an amateur", ujar Ralph Waldo Emerson (penulis esai, filosof, dan penyair Amerika). Tidak ada yang salah dengan menjadi amatir karena suatu saat seorang amatir bisa jadi pro. Yang salah adalah ketika kita ingin tetap berkubang di dunia amatir selamanya! Sebuah pertanyaan kemudian muncul, "Apa sebenarnya yang bisa membuat blogger amatir menjadi pro?"
Meskipun terdengar sangat klise, tapi (tanpa bermaksud menggurui) tampaknya semua setuju bahwa jawaban untuk pertanyaan di atas adalah "BELAJAR". Lalu apakah dengan belajar seseorang bisa dipastikan menjadi pro? Belum tentu! Semua tergantung pada bagaimana kita belajar, seberapa serius kita belajar, dan seberapa dahsyat doa yang kita panjatkan pada Sang Pencipta.
Dalam semangat belajar inilah (di samping nyari duit) saya membuat blog ini. Saya belajar bagaimana menulis posting, membuat judul menarik, mendesain templat (theme), serta menjaring trafik. Tapi saya pun masih suka meniru-niru blogger lain, baik dari segi tampilan desain, topik, judul posting, serta gaya penulisan. "Ah...lagi pula saya sedang belajar kok!" Bukankah seorang anak belajar cara makan atau berpakaian dengan meniru-niru apa yang dilakukan orang tuanya?
Saya sadar bahwa kualitas belajar yang sedang saya lakukan mungkin lebih rendah dari kualitas belajar seorang Edison sebelum menemukan bola lampu. Tapi tentu ini jauh lebih baik daripada sekadar menghabiskan waktu untuk melamun atau tidur, bukan? So, menjadi blogger full time, part time, atau sometime sepenuhnya pilihan Anda.
Saya sering kagum (bercampur iri) melihat blogger-blogger lain yang produktif menulis; tanggap menangkap ide; mahir membuat judul-judul menarik; cermat merangkai kata; piawai menyampaikan pesan utama tulisan. Tulisan-tulisannya enak dibaca dan penuh warna. Saya yakin, mereka sebenarnya bukan tidak pernah mengalami paceklik ide sama sekali, namun mereka menulis tidak tergantung mood dan senantiasa mencurahkan upaya untuk kembali inspired. Inilah yang mungkin membedakan antara blogger pro dan amatiran. Kelompok pertama selalu aktif mencari ide-ide baru, sedangkan yang disebut terakhir lebih bersifat pasif; menunggu ide turun dari langit.
Dari dikotomi di atas, tanpa bermaksud pura-pura tawadhu, saya lebih pantas dimasukkan ke dalam kelompok kedua, alias amatir! Saya memang masih amatir dan tidak pernah tersinggung disebut amatir. Tapi tahukah Anda bahwa setiap orang, tak terkecuali Anda, dia, atau mereka, pernah menjadi amatir. "Every artist was first an amateur", ujar Ralph Waldo Emerson (penulis esai, filosof, dan penyair Amerika). Tidak ada yang salah dengan menjadi amatir karena suatu saat seorang amatir bisa jadi pro. Yang salah adalah ketika kita ingin tetap berkubang di dunia amatir selamanya! Sebuah pertanyaan kemudian muncul, "Apa sebenarnya yang bisa membuat blogger amatir menjadi pro?"
Meskipun terdengar sangat klise, tapi (tanpa bermaksud menggurui) tampaknya semua setuju bahwa jawaban untuk pertanyaan di atas adalah "BELAJAR". Lalu apakah dengan belajar seseorang bisa dipastikan menjadi pro? Belum tentu! Semua tergantung pada bagaimana kita belajar, seberapa serius kita belajar, dan seberapa dahsyat doa yang kita panjatkan pada Sang Pencipta.
Dalam semangat belajar inilah (di samping nyari duit) saya membuat blog ini. Saya belajar bagaimana menulis posting, membuat judul menarik, mendesain templat (theme), serta menjaring trafik. Tapi saya pun masih suka meniru-niru blogger lain, baik dari segi tampilan desain, topik, judul posting, serta gaya penulisan. "Ah...lagi pula saya sedang belajar kok!" Bukankah seorang anak belajar cara makan atau berpakaian dengan meniru-niru apa yang dilakukan orang tuanya?
Saya sadar bahwa kualitas belajar yang sedang saya lakukan mungkin lebih rendah dari kualitas belajar seorang Edison sebelum menemukan bola lampu. Tapi tentu ini jauh lebih baik daripada sekadar menghabiskan waktu untuk melamun atau tidur, bukan? So, menjadi blogger full time, part time, atau sometime sepenuhnya pilihan Anda.